Sebagai calon guru, mengajar merupakan suatu
hal penting yang perlu dikuasai guru saat kegiatan berlangsung. Mengajar bukan
sekadar proses mentransfer ilmu saja melainkan juga menuntut guru untuk menguasai
berbagai teknik pembelajaran. Hal ini diperlukan agar guru mampu menyesuaikan
strategi mengajar sesuai dengan beragam tipe belajar dan potensi siswa yang
berbeda (Asrivi, dkk. 2024).
Salah
satu pengalaman yang sangat berkesan bagi saya adalah saat mengajar kelas X di
SMAS Muhammadiyah 2 Singaraja sebagai mahasiswa asistensi mengajar. Setiap pertemuan memberikan saya kesempatan
untuk belajar hal-hal baru, baik mengenai dunia pendidikan maupun tentang cara
berinteraksi dengan peserta didik secara efektif. Pengalaman tersebut semakin
menguatkan motivasi saya untuk mengajar dan mendorong saya untuk memberikan
pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Pada awal pertemuan, memang saya merasa gugup
saat harus berdiri di depan kelas untuk pertama kalinya. Meskipun sudah
menyiapkan materi dengan baik, tetapi tetap saja ada rasa canggung ketika
berhadapan langsung dengan siswa-siswa yang memiliki karakter dan latar
belakang berbeda. Namun, setelah beberapa minggu saya mulai menyesuaikan diri
dan berusaha membangun komunikasi yang positif. Saya menyadari bahwa kunci
utama dalam mengajar bukan hanya penguasaan materi tetapi juga kemampuan
menjalin kedekatan dengan siswa agar mereka merasa nyaman dalam proses
pembelajaran.
Materi yang saya ajarkan pada saat itu adalah penelitian
sosial dalam mata pelajaran Sosiologi. Saya menggunakan berbagai metode dalam
pembelajaran seperti diskusi kelas, pemberian contoh-contoh kasus yang relevan
dengan kehidupan sehari-hari, kuis, serta lembar kerja individu maupun kelompok.
Aktivitas ini ternyata membuat suasana belajar menjadi lebih hidup dan
menyenangkan. Melalui proses pembelajaran tersebut, saya belajar bahwa siswa
akan lebih mudah memahami materi jika guru mampu mengaitkan pelajaran dengan
konteks kehidupan mereka. Ketika membahas penelitian sosial, saya mencoba
memberikan contoh yang dekat dengan lingkungan sekitar siswa, seperti
penelitian tentang perilaku remaja di media sosial atau interaksi sosial di
sekolah. Hal ini membuat siswa menjadi lebih antusias dan aktif dalam
berdiskusi karena mereka merasa topik yang dibahas relevan dengan pengalaman
mereka sendiri.
Untuk pembelajaran lebih lanjut, saya bersama
rekan asistensi mengajar dari Program Studi Pendidikan Sosiologi juga membentuk
kelompok belajar yang dibimbing secara intensif dalam penyusunan proyek makalah
penelitian. Dalam proses bimbingan tersebut, kami berperan aktif membantu siswa
mulai dari menentukan topik penelitian, merumuskan masalah, hingga mengumpulkan
data dan menyusun makalah. Setiap siswa menunjukkan antusiasme yang tinggi,
terutama ketika mereka meneliti hal-hal yang dekat dengan kehidupan mereka
sendiri. Saya senang melihat bagaimana rasa ingin tahu siswa berkembang ketika
mereka menemukan fakta-fakta baru dari hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan.
Selain itu, saya juga belajar tentang
pentingnya manajemen kelas. Manajemen ini berperan dalam menciptakan suasana
belajar yang kondusif dan menyenangkan. Saya mulai memahami bahwa setiap siswa
memiliki cara berbeda dalam merespons pembelajaran. Ada siswa yang aktif
bertanya, dan ada pula yang lebih memilih mendengarkan namun tetap mampu
memahami materi dengan baik.
Ketika menghadapi beberapa siswa yang kurang
fokus, saya mencoba menerapkan pendekatan yang lebih humanis, seperti menegur
dengan halus, memberikan motivasi, dan mengajak mereka terlibat dalam aktivitas
kelompok. Pendekatan tersebut terbukti lebih efektif dibandingkan memberikan
teguran keras. Dari pengalaman itu, saya menyadari bahwa sebagai seorang guru,
kemampuan memahami kondisi emosional dan kebutuhan siswa merupakan bagian
penting dalam keberhasilan proses pembelajaran.
Dengan demikian, pengalaman mengajar di kelas X
SMAS Muhammadiyah 2 Singaraja telah memberikan saya bekal yang sangat berharga
dalam perjalanan menjadi calon guru profesional. Saya belajar bahwa proses
belajar-mengajar adalah aktivitas yang dinamis, di mana guru dan siswa saling
berinteraksi dan berkembang bersama. Pengalaman ini tidak hanya memperkuat
kemampuan pedagogik saya sebagai Asistenssi Mengajar, tetapi juga menumbuhkan
rasa percaya diri serta semangat untuk terus belajar dan berinovasi dalam dunia
pendidikan.
Penulis:
Kadek Widiantini
Mahasiswa Asistensi
Mengajar Universitas Pendidikan Ganesha
Refrensi:
Asrivi, Q. E. S., Ulum, M. M., Umami, A. R.,
& Riani, H. S. (2024). Urgensi Microteaching Terhadap Keterampilan
Menjelaskan dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Calon Guru MI/SD. Al-Madrasah:
Jurnal Ilmiah Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 8(3), 947-960.
0 comments:
Posting Komentar