Rabu, 15 Oktober 2025

Dari Novel ke Film: Mengapa Membaca Lebih Seru?

 

Pernah ngga kamu nonton film adaptasi novel favoritmu dan berujung kecewa karena ternyata filmnya ngga sebagus novelnya? Rasanya seperti ada yang kurang, entah dari adegan atau aktor yang tidak sesuai dengan imajinasi kita. Itu karena membaca memberi ruang pada imajinasi kita, yang tidak bisa diberikas sepenuhnya oleh film.

Adaptasi novel ke dalam film kian marak. Tidak sedikit film-film yang berangkat dari novel mendapat kritik. Pembaca merasa kurang puas pada hasil novel yang difilmkan. Rata-rata film berdurasi 90–120 menit, sementara novel bisa memiliki ratusan halaman dan alur cerita yang sangat panjangTerkadang produser dan penulis skenario harus menyederhanakan atau bahkan memotong plot, detail, dan karakter minor yang dianggap kurang penting.

Selain itu, dalam novel, pikiran, monolog batin, dan deskripsi detail dapat digambarkan melalui narasi, sesuatu yang sulit dilakukan dalam film. Oleh karena itu, penulis skenario harus mengubah alur untuk menampilkan cerita secara visual, misalnya dengan menambahkan adegan aksi atau dialog tertentu untuk mempercepat alur. Seperti dalam film 5 Cm meskipun tergolong film yang cukup populer, banyak subplot dan nuansa cerita dalam novel tidak dapat dimasukkan ke dalam film, sehingga membuat alurnya lebih singkat.

Membaca novel memberi kita kekuasaan untuk berimajinasi, membayangkan tokoh, suasana, dan emosi yang dirasakan. Berbeda dengan film yang sudah diatur oleh sutradara sepenuhnya. Inilah sebabnya membaca memberi kesan lebih mendalam daripada menonton film.

Seperti pada novel Assalamualaikum Calon Imam. Saat membaca, novel ini terasa manis dan penuh haru dan emosi. Namun, saat difilmkan ceritanya terkesan lebih sederhana dan banyak menonjolkan adegan konflik. Hal ini terkesan kurang sesuai dengan genre romantis yang menjadi kekuatan utama novel tersebut. Akibatnya, nuansa hangat dan detail perasaan tokoh yang begitu hidup di dalam novel justru memudar di layar lebar.

Membaca novel tidak hanya sebagai media hiburan saja. Bagi generasi muda membaca novel dapat menjadi kesempatan melatih imajinasi, memperkaya kosakata, dan melatih empati. Setiap halaman membawa kita ke tempat baru, dunia baru yang membuat kita lebih peka terhadap perasaan yang dekat dengan kehidupan nyata.

Jadi, meskipun film adaptasi tetap menarik ditonton, membaca novel selalu menawarkan pengalaman yang lebih seru dan mendalam. Lain kali ketika ada film baru dari sebuah novel populer, coba deh baca bukunya dulu. Siapa tahu kamu akan menemukan dunia yang jauh lebih luas daripada yang bisa ditampilkan di layar lebar. Untuk kita para siswa, membaca bukan sekadar hiburan, tetapi juga latihan berpikir, berimajinasi, dan merasakan—hal-hal yang tidak pernah kita dapatkan hanya dengan menonton.

Sorot Jendela

Author & Editor

0 comments:

Posting Komentar